Al-Ma'tsurat

Al-Ma’tsurat merupakan kumpulan dzikir dan doa yang dikumpulkan oleh Imam Hasan Al Banna yang diambil dari hadits-hadits Nabi saw untuk dibaca oleh setiap anggota jama’ah Ikhwanul Muslimin khususnya atau seluruh kaum muslimin pada umumnya agar sentiasa mengingati Allah SWT dan berada dalam ketaatan kepada-Nya.
Imam Al Banna juga meminta agar Al-Ma’tsurat sentiasa dibaca pada saat pagi, mulai dari waktu fajar hingga dzuhur dan pada saat petang mulai dari waktu asar hingga setelah isya’, baik secara berjama’ah mahupun sendirian. Beliau mengatakan, “Siapa yang tidak sempat membaca seluruhnya hendaklah dia membaca sebahagiannya sehingga kelak ia tidak terbiasa melalaikan dan meninggalkannya.”
Imam Al Banna juga mengingatkan setiap anggotanya agar sentiasa menyedari pentingnya mengingati Allah di setiap waktu dan keadaan, keutamaan-keutamaannya dan memperhatikan adab-adab didalam berdzikir.
Al Banna mengatakan,”Apabila engkau mengetahui, wahai akh yang mulia, maka janganlah engkau merasa aneh jika seorang muslim sentiasa mengingati Allah disetiap keadaannya, mewarisi Nabi SAW—dialah sebaik-baik makhluk—didalam dzikir, doa, syukur, tasbih dan tahmid disetiap keadaan baik yang kecil, besar mahupun yang dianggap remeh. Sesungguhnya Nabi SAW sentiasa dzikrullah disetiap keadaannya maka tidaklah aneh jika kami meminta kepada Ikhwanul Muslimin untuk meniru sunnah Nabi mereka dan berqudwah kepadanya serta menghafalkan dzikir-dzikir ini dan mendekatkan dirinya kepada Allah Yang Maha Agung lagi Maha Pengampun dengannya, sebagaimana firman Allah SWT :

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

Artinya : “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” – QS Al Ahzab : 21

Tentang dzikir secara berjama’ah, Imam Al Banna menyebutkan hadits yang diriwayatkan Imam Muslim, “Tidaklah suatu kaum duduk-duduk untuk berdzikrullah kecuali para malaikat mengelilingi mereka, dipayungi dengan rahmat, turun ketenangan kepada mereka dan Allah menyebut-yebut mereka kepada siapa saja yang berada disisi-Nya.”
Kalian akan banyak menjumpai hadits-hadits yang menunjukkan bahawa Nabi SAW keluar untuk shalat berjama’ah sementara mereka sedang berdzikrullah di masjid lalu Baginda SAW memberikan khabar gembira kepada mereka dan tidak melarang mereka.
Berjama’ah didalam ketaatan adalah sesuatu yang disukai terlebih lagi apabila didalamnya banyak mengandung manfaat, seperti menyatukan hati, menguatkan ikatan, memanfaatkan waktu untuk sesuatu yang bermanfaat, mengajarkan orang-orang awam yang belum baik dalam belajar dan mengumandangkan syiar-syiar Allah SWT.
Memang sesungguhnya berjama’ah didalam dzikir dilarang apabila didalamnya terdapat hal-hal yang dilarang syariat, seperti mengganggu orang shalat, senda gurau, tertawa, menyelewengkan lafadznya, mengungguli bacaan yang lain atau sejenisnya, dan jika terjadi seperti itu maka berjama’ah didalam berdzikir tidaklah diperbolehkan bukan pada berjama’ahnya itu sendiri, khususnya apabila dzikrullah secara berjama’ah itu dengan menggunakan lafadz-lafadz dzikir yang ma’tsur lagi shahih sebagaimana didalam wazhifah (Al-Matsurat) ini.
Alangkah baiknya jika Ikhwan sentiasa membacanya disetiap pagi dan petang di tempat-tempat berkumpul mereka ataupun di sebuah masjid dengan menghindari hal-hal yang dimakruhkan. Dan siapa saja yang kehilangan berjama’ah didalam membacanya maka hendaklah dia membacanya secara sendirian dan janganlah meremehkannya. - Majmu’atur Rosail hal 519 – 522

Membaca Al-Ma’tsurat atau kumpulan-kumpulan dzikir lainnya baik secara berjama’ah mahupun sendirian diperbolehkan selama didalam pembacaannya tidak mengandung hal-hal yang dilarang oleh syari’at, sebagaimana disebutkan didalam sebuh hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Tirmidzi, Nasai dari hadits Muawiyah bin Abu Sofyan ra, dia berkata,”Sesungguhnya Nabi SAW mendatangi halaqah para sahabat, dan berkata, “Apa yang menjadikan kalian duduk-duduk?’ Mereka mengatakan, “Kami duduk untuk berdzikrullah dan memuji-Nya terhadap atas segala petunjuk-Nya kepada kami kepada islam dan segala nikmat-Nya kepada kami”… sehingga beliau bersabda, “Telah datang Jibril menemuiku dan memberitahuku bahwa Allah SWT membanggakan kalian dihadapan para malaikat.”
Siapakah Imam Hasan Al Banna? Jika kita membicarakan sosok Hasan Al Banna maka kita tidak bisa melepaskannya dari Jama’ah al Ikhwanul Muslimin, kerana dia adalah pendiri dan tokoh sentral jama’ah ini. Hasan Al Banna dilahirkan di kota al Mahmudiyah di Propinsi al Buhairoh, Mesir pada tahun 1906. Ayahnya adalah seorang ulama yang bernama Ahmad Abdurrahman Al Banna.
Di usia 8 tahun Al Banna disekolahkan di Madrasah Diniyah Ar Rasyad dan pada usianya yang menginjak 12 tahun dia berhasil menghafal setengah Al Qur’an. Bersama teman-teman SD nya dia mendirikan “Perkumpulan Akhlak dan Adab” kemudian “Perkumpulan Mencegah Hal-hal yang Diharamkan”.
Pada usia belum genap 14 tahun ia telah menghafal 2/3 Al Qur’an dan masuk Madrasah Mu’allimin di Damanhur. Pada usia 16 tahun dia masuk Sekolah Tinggi Darul ‘Ulum dan menyelesaikannya dengan mendapatkan ijazah diploma pada usia 20 tahun di bulan Juni 1927. Setelah itu dia memutuskan untuk menjadi seorang guru di Ismailiyah.
Berbagai penurunan kualitas umat, baik dalam skala Mesir mahupun internasional bahkan cenderung menuju kehancuran, seperti berbagai kerosakan akidah, dekadensi moral, keadaan Turki setelah PD I yang berada dibawah kekuatan Inggris dan menjadikannya sebuah negara sekuler serta bercokolnya penjajah di bumi Mesir mendorongnya untuk membentuk al Ikhwanul Muslimin pada bulan Maret 1928.
Setelah mendirikan jama’ah Al Ikhwanul Muslimin di Ismailiyah, Hasan Al Banna mulai mendirikan masjid dan tempat pertemuan al Ikhwan, membangun Ma’had Hira al Islamiy, sekolah untuk ibu-ibu kaum mukminin yang menjadikan da’wah Ikhwan mulai dikenal dan mendapatkan dukungan dari masyarakat.
Pada tahun 1933, Hasan Al Banna pindah ke Kairo yang kepindahannya ini menjadikan berpindah pula Kantor Pusat al Ikhwanul Muslimin kesana. Sejak di Kairo, beliau selalu melakukan perjalanan ke berbagai tempat untuk melakukan pembinaan para anggota ikhwan yang baru tentang akhlak berda’wah dan membekali mereka agar memiliki ketahanan didalam mengemban beban-bebannya. Pekerjaan ini terus dilakukannya hingga jama’ah al Ikhwanul Muslimin memenuhi seluruh tempat di Mesir.
Hal itu pun didukung dengan berbagai strategi da’wah yang dipusatkan di Kairo diantaranya:
1.         Berbagai ceramah, ta’lim di masjid-masjid.
2.         Menerbitkan Risalah “al Mursyid al ‘Am”, majalah pekanan “al Ikhwanul Muslimin” kemudian majalah “An Nadzir”
3.         Mengeluarkan surat-surat dan buletin.
4.         Membentuk syu’bah-syu’bah (cabang-cabang) di dan luar Kairo.
5.         Membentuk organisasi kepanduan & olah raga.
6.         Memfokuskan da’wah ke kampus dan sekolah.
7.         Mu’tamar dan dauroh di Kairo & kota-kota lain.
8.         Menghidupkan kembali syi’ar-syi’ar islam di Kairo dan kota-kota lain.
9.         Munashoroh negeri-negeri islam terutama Palestina.
10.       Mengambil peran dalam perbaikan politik dan sosial.
11.       Ikut serta dalam memerangi kristenisasi.
12.       Mengingatkan kelalaian penguasa terhadap islam.

Hal itu menjadikan pemerintah Kolonial Inggris geram sehingga mereka membuat langkah-langkah untuk memadamkan cahaya da’wah dengan melakukan :

1.         Menjauhkan para pendukung Hasan Al Banna dari semua kursi pemerintahan di Mesir.
2.         Memutasikan Al Banna dari pekerjaannya di Kairo ke Qana.

Hingga akhirnya al Ikhwanul Muslimin dibubarkan untuk pertama kalinya pada tahun 1942 dan menutup seluruh cabang-cabangnya.


Pada Oktober 1946 mulailah terjadi pergolakan di Mesir yang ditandai dengan berbagai demonstrasi mahasiswa yang dipelopori oleh para mahasiswa Ikhwan. Demonstrasi ini terus berlangsung hingga pada 9 Februari 1947 beberapa mahasiswa Ikhwan menjadi syuhada dalam sebuah Long March menuju istana Abidain

Pengawasan pemerintah terhadap para aktivis ikhwan pun diperketat sejak bulan Jun hingga Ogos 1947. Dan siapa pun yang dianggap mencurigakan dan berbahaya akan ditangkap, dan puncaknya adalah pada bulan September 1947 terjadi penangkapan besar-besaran terhadap anggota ikhwan oleh Pemerintahan Ismail Shidqi. Tidak kurang dari 40.000 anggota ikhwan ditangkap dan dipenjarakan. Tindakan sewenang-wenang ini pun berlanjut dengan penangkapan para tokoh Ikhwan pada tanggal 16 November 1947 yang menjadikan kerusuhan di Mesir semakin meluas. Puncak dari itu adalah jatuhnya Ismail Shidqi pada tanggal 8 Desember 1947.
Permasalahan Mesir pun dibawa ke dewan Keamanan PBB seperti yang diusulkan ikhwan. Pada kesempatan ini ikhwan pun mengirimkan utusannya yang bernama Mustafa Mukmin ke sidang Dewan Keamanan PBB namun beliau diusir ke luar gedung sehingga dia berpidato di luar gedung Dewan yang cukup menyita banyak perhatian orang-orang yang melintas, termasuk para imigran dari Asia dan Afrika. Hasan Al Banna pun mengirimkan surat ke Dewan Keamanan PBB agar Inggris ditarik dari Mesir dan menyatukan Wadi an Nil.
Berbagai konspirasi internasional pun terus dilakukan oleh negara-negara besar, seperti Amerika Serikat, Inggris dan Perancis yang mendesak pembubaran al Ikhwanul Muslimin untuk yang kedua kalinya. Sehingga pada 8 Desember 1948 ada sebuah instruksi militer tentang pembubaran Jama’ah al Ikhwanul Muslimin dan menyita seluruh aset-asetnya.
Sejak itu kembali terjadi berbagai penangkapan terhadap banyak kader dan tokoh-tokoh ikhwan hingga puncaknya adalah penembakan Imam Hasan Al Banna, pada tanggal 11 Februari 1949 di depan kantor Asy Syubbanul Muslimun oleh segerombolan orang yang mengenai lambung dan tangan beliau.
Al Banna sempat dibawa ke RS al Qashrul Aini dan ketika seorang doktor muslim yang bernama Abdullah al Katib ingin memeriksanya maka ia pun dilarang. Hingga pada malam harinya, beliau menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Pada pukul 01.00 dini hari (12 Februari 1949) datang serombongan orang menemui ayahnya dan memberitahukan kematiannya dan mengatakan kepadanya bahwa jenazah Hasan Al Banna bisa diambil dengan syarat tidak ada iring-iringan pelepasan jenazah dan pemasangan tenda di rumahnya.
Pada keesokan harinya, ayahnya sendiri dengan ditemani oleh Mukram dan beberapa saudara perempuannya mengurusi jenazahnya serta mengantarkannya ke pemakaman Imam Syfi’i dengan dikawal oleh tank-tank berlapis baja. (dari berbagai sumber)
Demikianlah sejarah ringkas kehidupan seorang muassis (pendiri) sebuah jama’ah besar yang da’wahnya hingga hari ini terus menyinari banyak tempat di bumi. Kehidupan seorang yang menghabiskan waktunya untuk umat dan da’wah yang itu semua dibuktikan dengan gugurnya beliau ditangan orang-orang zhalim yang menghendaki cahaya kebenaran ini padam namun mereka lupa bahwa da’wah ini bukanlah milik Hasan Al Banna atau para pengikutnya yang setiap saat bisa mengalami kematian dan digantikan oleh generasi berikutnya. Sesungguhnya da’wah ini adalah milik Allah Yang Maha Agung lagi Maha Perkasa, Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Zhahir dan Yang Bathin, firman Allah SWT :

يُرِيدُونَ لِيُطْفِؤُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَاللَّهُ مُتِمُّ نُورِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ

Ertinya : “Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut (tipu daya) mereka, tetapi Allah (justru) menyempurnakan cahaya-Nya, walau orang-orang kafir membencinya". – QS Ash Shaff:8

Wallahu A’lam

*Perkongsian dari Group “Teratak Qaseh Nur Ilahi” Pada 3hb Febuari 2011 Oleh Ukhti Nurmujahiddah Solehah

Nafsu


Nafsu dikurniakan Allah kepada makhluk yang bernama manusia dan Allah telah pun menyediakan jalan diantaranya menuju kebaikan ataukah kejahatan.
Nafsu tidak dapat kita hilangkan ataupun kita bunuh, namun mestilah kita mampu mengendalikan dengan cara yang benar.
Islam telah mendidik kita bagaimana mengendalikan nafsu dengan benar. Melalui Islam lah Allah telah menyebar ilmu NYA, bagaimana kita mengenal, mendidik, mengawal dan membimbing nafsu, dan Allah akan memberikan kesejahteraan di dunia, membuka pintu-pintu syurgaNya di akhirat, bagi mereka yang mampu mendidik dan mengendalikan nafsunya.
Nafsu dijadikan bertujuan untuk mengawal diri manusia dari ujian serangan tapi bukan untuk menyerang. Dengan nafsu juga manusia akan berlumba dan bersaing dalam mencapai kejayaan dirinya, namun yang menjadi isu ialah apabila nafsu itu sudah melampaui batas dan sukar dikendalikan. Perkara inilah yang mengakibatkan seorang manusia selalu terjebak dalam perangkap syaitan kerana menuruti hawa nafsunya sehingga tidak pernah puas dan akhirnya membawa binasa, kerana Allah mencela orang-orang yang melampaui batas.
Maka sudah seharusnyalah kita “melihat” kedalam diri kita, intropeksi diri. Apakah kita sudah mengenal kedudukan nafsu dalam diri? Apakah sudah mampu mengendalikanny?.
Inilah yang sepatutnya untuk kita perbaiki sebelum kita melayakkan diri untuk beramal ibadah, serta memetik “buahnya” iaitu Hidayah dari Allah SWT.


*Perkongsian dari Group “Teratak Qaseh Nur Ilahi” Pada 2hb Febuari 2011 Oleh Ukhti  Nurmujahiddah Solehah

Kisah-Kisah Hikmah

Hanya ingin mengingatkan Kisah-Kisah Hikmah.


Kubur setiap hari menyeru manusia sebanyak lima kali:

1.     Aku rumah yang terpencil, maka kamu akan senang dengan selalu membaca Al-Quran.

2.     Aku rumah yang gelap, maka terangilah aku dengan selalu solat malam.

3.     Aku rumah penuh dengan tanah dan debu, bawalah amal soleh yang menjadi hamparan.

4.     Aku rumah ular berbisa, maka bawalah amalan Basmallah sebagai penawar.

5.     Aku rumah pertanyaan Munkar dan Nakir, maka banyaklah bacaan
        “Laa ilahaillallah, Muhammadar Rasulullah”, supaya kamu dapat jawapan kepadanya.


Lima Jenis Racun dan Lima Penawarnya:

1.         Dunia itu racun, zuhud itu ubatnya.

2.         Harta itu racun, zakat itu ubatnya.

3.         Perkataan yang sia-sia itu racun, zikir itu ubatnya.

4.         Seluruh umur itu racun, taat itu ubatnya.

5.         Seluruh tahun itu racun, Ramadhan itu ubatnya.


Nabi Muhammad S.A.W bersabda:
“ Ada 4 di pandang sebagai ibu ”, yaitu :

1.         Ibu dari segala UBAT adalah SEDIKIT MAKAN.

2.         Ibu dari segala ADAB adalah SEDIKIT BERBICARA.

3.         Ibu dari segala IBADAT adalah TAKUT BUAT DOSA.

4.         Ibu dari segala CITA CITA adalah SABAR.
            Berpesan-pesanlah kepada kebenaran dan Kesabaran.


Beberapa kata renungan dari Qur’an;
Orang yang tidak melakukan sholat :

Subuh  :          Dijauhkan cahaya muka yang bersinar.

Dzuhur :         Tidak diberikan berkah dalam rezekinya.

Ashar :           Dijauhkan dari kesihatan dan kekuatan.

Maghrib :       Tidak diberi santunan oleh anak-anaknya.

Isha’ :             Dijauhkan kedamaian dalam tidurnya





*Perkongsian dari Group “Teratak Qaseh Nur Ilahi” Pada 2hb Febuari 2011 Oleh Ukhti Nurmujahiddah Solehah